Jaga Ilmu Faraid Agar Terjaga Silaturahmi Dalam Keluarga

Jaga Ilmu Faraid Agar Terjaga Silaturahmi Dalam Keluarga

Oleh: Rifa Anggyana, S.Pd., M.M. (Ketua Pembina IRMA Jawa Barat)

Nabi Muhamad SAW telah bersabda, “Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraid adalah separuh ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat (dicabut, hilang) dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan ad-Daruquthniy).

Berdasarkan hadits di atas, maka terang bahwasannya mempelajari ilmu faraid atau waris itu sangat penting. Bukan saja memudahkan dalam pembagian harta yang ditinggalkan oleh seorang muslim maupun muslimah yang telah wafat, tetapi juga dapat menghilangkan permasalahan dalam keluarga akibat berebut harta warisan. Namun demikian, ilmu ini juga disebut oleh Rasulullah sebagai yang pertama hilang dari umatnya.

Akibatnya, sesama anggota keluarga bisa terpecah akibat konflik merebutkan harta tinggalan. Dan, konflik menjadintidak terselesaikan sebab tidak adanya pengetahuan tentang hukum waris.

Oleh sebab itu, besarnya mudarat yang dapat dihindari dengan belajar ilmu faraid, ilmu ini bisa dikategorikan sebagai fardhu kifayah untuk dipelajari. Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih yang menyebut bahwa menghindari mudarat lebih didahulukan ketimbang mengambil manfaat.

Di dalam bulan Ramadhan, selain sebagai momentum utama ibadah mahdah, juga merupakan momentum terbaik mempererat silaturahmi. Dengan tradisi mudik ataupun halal bihalal, keluarga yang muda berkumpul mendatangi sanak yang lebih tua, atau yang junior mendatangi yang senior. Dalam momentum ini para orang tua mengalami kebahagiaan karena didatangi oleh anak-anaknya dari perantauan.

Jangan sampai momentum selama Ramadhan dan juga Idul Fitri tidak membawa kita kepada silaturahmi yang membahagiakan akibat adanya perselisihan soal harta warisan. Apalagi, jangan sampai kita mengalami permusuhan terhadap sesama anngota keluarga akibat perkara harta gono-gini, naudzubillah min dzalik.

Terkait pula dengan ilmu waris ini ada tiga hal yang diperintahkan: pertama, menerapkannya; kedua, mempelajarinya; dan ketiga, mengajarkannya. Di dalam suatu riwayat melalui Ibnu Mas’ud RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

”Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka.” (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim).

Khalifah Umar bin Khattab juga pernah memerintahkan umat Islam untuk mempelajari ilmu faraid sama seperti mempelajari al-Quran. Maksudnya, keduanya mempunyai kedudukan yang sejajar menurut urgensinya dalam menjaga ikatan persatuan umat.

Dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu beliau berkata, “Pelajarilah ilmu faraidh sebagaimana kalian mempelajari Al-Quran”. (HR. Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim).

Demikian pula para sahabat Rasululullah turut menekankan pentingnya mempelajari ilmu faraid.  Sebagai ilmu, faraid memiliki kemuliaan yang tinggi untuk didahulukan dalam kaitannya untuk menjaga keutuhan keluarga, masyarakat, dan umat.

Abdullah bin Mas’ud r.a: “Ajarkanlah al-Quran dan faraid sebab hampir saja orang-orang tidak lagi mengenal ilmu itu jika tidak diajarkan.”

Abu Musa al-Asy’ari r.a:“Perumpamaan orang yang membaca Al-Quran tapi tidak pandai ilmu faraidh itu seperti orang yang memakai burnus (baju luar panjang bertutup kepala) tapi tidak punya kepala.”

Dan, Imam Malik bin Anas menyebutkan pula perihal keutamaan dari ilmu faraid. “Seseorang tidak bisa menjadi ulama dan mufti sampai dia dapat memutuskan masalah faraidh, nikah dan sumpah.”

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Baca Juga: