Oleh: Dzikri Ashiddiq
Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, Abu Muslim Al-Khaulani hidup sezaman dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, namun, termasuk golongan Tabi’in karena beliau belum pernah bertemu dengannya, Abu Muslim Al-Khaulani memiliki pendirian Islam yang kuat, patuh dalam beribadah, walaupun Abu Muslim Al-Khaulani tinggal jauh di Yaman
Keteguhan hatinya teruji ketika mendapatkan ancaman pembakaran hidup-hidup dari pemimpin gerakan pemurtadan yang mengaku sebagai Nabi penerus Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dengan mantap beliau tetap teguh menyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah Rasul terakhir Qadarullah, Abu Muslim Al-Khaulani selamat dari ancaman
Abu Muslim Al-Khaulani sempat berusaha berangkat ke Madinah untuk bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam namun, usahanya tidak berhasil karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih dahulu wafat meskipun demikian, beliau tetap tinggal di Madinah untuk memperdalam agama Islam dan memelihara keutuhan imannya Abu Muslim Al-Khaulani hidup sampai zaman Muawwiyah dan menjadi pemberi nasihat terhadap pemimpinnya tersebut
Tatkala Muawwiyah mendapatkan sanjungan dan penghormatan yang berlebihan dari para pengikutnya, Abu Muslim Al-Khaulani tidak membiarkan kondisi tersebut berlarut-larut dengan ilmu yang dimilikinya, Abu Muslim Al-Khaulani datang sebagai seorang Ulama dan sengaja memanggil Muawwiyah dengan sebutan Ajiiral Mu’minin (pegawai kaum mukmin)
Berbeda dengan rakyat dan pengikutnya yang memanggil Muawwiyah dengan Amiirul Mukminin (pemimpin kaum mukmin) ucapan yang disampaikan oleh Abu Muslim Al-Khaulani ialah untuk tetap mengingatkan bahwa amanah kepemimpinan tidak ubahnya seorang pegawai yang diangkat untuk melayani kaum mukmin, pegawai yang akan mendapatkan imbalan apabila bekerja dengan adil, dan akan dicabut amanah apabila kaum mukmin menginginkannya
Sumber : KH. E. Abdurrahman. Renungan Tarikh. 2005. Bandung : Sinarbaru Algensindo


