Gerhana Bulan: Saatnya Kita Menundukkan Hati

Gerhana Bulan: Saatnya Kita Menundukkan Hati

Oleh Rifa Anggyana, S.Pd., M.M. (Ketua Pembina IRMA Provinsi Jawa Barat)

Malam 7–8 September 2025 nanti, langit Indonesia akan memperlihatkan sebuah peristiwa langka: gerhana bulan total. Bulan yang biasanya bersinar terang akan perlahan meredup, tertutup bayangan bumi, hingga akhirnya berubah menjadi merah tembaga. Bagi sebagian orang, ini hanyalah fenomena astronomi yang indah untuk disaksikan. Namun bagi kita sebagai umat Islam, gerhana bukan sekadar tontonan, melainkan tanda kebesaran Allah yang patut direnungi dengan hati yang tunduk.

Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada kita, bahwa ketika gerhana terjadi, beliau tidak menyikapinya dengan takjub semata, apalagi dengan rasa takut akan mitos. Beliau justru mengajak umatnya untuk memperbanyak doa, berzikir, dan melaksanakan shalat khusuf. Gerhana adalah momentum spiritual—saat kita diingatkan bahwa jagat raya yang begitu luas ini berjalan dalam keteraturan hanya karena kehendak Allah. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di langit atau di bumi kecuali dengan izin-Nya.

Sebagai Ketua Pembina IRMA Jawa Barat, saya mengajak remaja masjid di seluruh pelosok untuk memaknai gerhana ini dengan penuh kesadaran iman. Kita bisa menjadikannya sarana dakwah dan kebersamaan—menggelar pengamatan bersama di halaman masjid, lalu melanjutkannya dengan shalat gerhana dan kajian singkat. Bukankah lebih indah bila anak muda kita tidak hanya menatap langit, tetapi juga menundukkan hati, menyadari betapa kecilnya manusia di hadapan Sang Pencipta?

Gerhana bulan juga bisa menjadi ruang refleksi sosial. Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh persaingan, kita diingatkan untuk sejenak hening, menyatukan barisan, dan kembali menata niat. Bulan yang perlahan tertutup lalu bersinar kembali memberi pesan bahwa dalam hidup selalu ada fase gelap dan terang. Semua itu bagian dari perjalanan menuju kedewasaan iman.

Karena itu, mari kita sambut gerhana 7–8 September ini bukan hanya dengan kamera atau teropong, tetapi dengan hati yang bergetar. Mari kita hidupkan masjid dengan shalat khusuf, perbanyak istighfar, dan tanamkan dalam diri bahwa setiap fenomena alam adalah tanda kasih sayang Allah agar kita tidak lalai. Semoga dari Jawa Barat hingga ke seluruh nusantara, remaja masjid bisa menjadi generasi yang memandang langit dengan rasa takjub, sekaligus menundukkan hati dengan penuh syukur.

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Baca Juga: