Menuai Keberkahan Di Bulan Sya’ban

Menuai Keberkahan Di Bulan Sya’ban

Oleh: Iki Supriadi, S.Pd. (SMK Pasundan Rancaekek)

Sesungguhnya orang yang beruntung dalam kehidupan dunia ini adalah orang yang memanfaatkan kehidupannya untuk ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, serta menggunakannya dalam semua perkara yang dicintai dan diridhai-Nya. Oleh karena itu, kesuksesan seseorang di dunia maupun akhirat diukur dari seberapa besar usahanya dalam merealisasikan penghambaanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Siapa saja yang mencermati kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjalani hari-harinya maka dia akan menghetahui betapa besar pengorbanan beliau dalam merealisasikan penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mamanfaatkan kehidupan ini untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya di setiap keadaan; ketika sehat maupun sakit, di waktu longgar maupun sempit. Dan memang tujuan Allah menciptakan kita hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfiman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” [QS: Adz-Dzariyat: 56]

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfiman:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِين

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”. [QS. Al-Hijr: 99]

Maka seorang muslim yang mengaku cinta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaklah dia menjadakan beliau sebagai panutan dan teladan dalam semua hal. Terutama ketika datang waktu-waktu yang terdapat banyak kebaikan dan keberkahan seperti bulan ramadhan, sya’ban dan yang lainnya.

BULAN SYA’BAN DAN KEUTAMANNYA 

Bulan sya’ban adalah bulan kedelapan dari bulan hijriyyah, yaitu sebelum ramadhan. Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Banyak hadits yang menjelaskan hal tersebut, diantaranya apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad  dan Imam An Nasai dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “aku berkata kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa di suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti banyaknya engkau berpuasa di bulan sya’ban.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Bulan Sya’ban adalah sebuah bulan di mana manusia lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. bulan tersebut adalah bulan akan diangkat berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku sangat suka kalau amalanku diangkat ketika aku sedang berpuasa”. [HR. Ahmad 21753 dan Nasa’i 2357]

Di dalam hadits ini terdapat beberapa faedah yang bisa diambil:

  • Disyariatkannya Memperbanyak Puasa di Bulan Sya’ban

Di dalam hadits ‘Aisyah diterangkan bahwa kebanyakan puasa nabi di selain bulan ramadhan adalah pada bulan sya’ban.

Dari ‘Aisyah  radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:

 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban”. [HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156]

Maka disyariatkan memperbanyak puasa di bulan sya’ban. Sebabnya karena pada bulan ini adalah waktu dimana amalan-amalan seorang hamba itu diangkat. Dan seseorang ketika amalannya diangkat hendaknya dalam kondisi yang dicintai oleh Allah ta’ala.

  • Amalan Seorang Hamba Diangkat di Bulan Sya’ban
    Banyak riwayat shahih yang menjelaskan bahwa amalan hamba diangkat kepada Allah ta’ala. Dan pengangkatan amalan ini terbagi menjadi tiga
    Ibnul qayyim rahimahullah mengatakan:

“Sesungguhnya amalan dalam setahun akan diangkat di bulan sya’ban sebagaimana yang telah dikabarkan oleh orang yang jujur dan dipercaya (Nabi Muhammad), amalan dalam satu pekan akan dilaporkan di hari senin dan kamis, serta amalan siang hari akan dilaporkan di akhir waktunya sebelum datang malam dan amalan malam hari akan dilaporkan di akhir waktunya sebelum datang siang. Apabila ajal seseorang telah berkhir dan diangkat amalan seumur hidupnya maka ditutuplah lembaran amal” (hasyiyah sunan Abi Dawud).[1]

  • Memanfaatkan Waktu Ketika Kebanyakan Manusia Lalai Darinya
    Pada waktu yang kebanyakan manusia lalai darinya hendaknya digunakan dengan sebaik-baiknya dalam ketaatan kepada Allah.. Al Imam Ibnul Jauziy rahimahullahdalam kitab At-Tabshiroh (2/47) mengatakan:

“Dan ketahuilah bahwa waktu-waktu yang orang-orang lalai darinya adalah waktu yang sangat berharga. Karena mereka lebih sibuk dengan menuruti kebiasaan dan syahwat. Maka apabila seorang pencari kemuliaan masih senantiasa tekun di masa-masa tersebut itu menunjukan semangatnya untuk mencari kebaikan. Oleh karena itulah kenapa menghadiri shalat subuh secara berjamaah memiliki keutamaan, karena kebanyakan manusia lalai dari waktu itu. Begitu juga dengan waktu diantara maghrib dan isya’, shalat di pertengahan malam serta waktu sahur”.

 

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Baca Juga: