Oleh: Dzikri Ashiddiq
Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syaf’i bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Hasyim Bin Al-Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ai bin Ghalib, Abu Abdullaha Al-Qursyi Asy-Syafi’i Al-Makki, atau lebih dikenal dengan nama Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i adalah seorang yatim yang lahir di sebuah kampung bernama Asqalan di wilayah Ghaza (Palestina hari ini) saat masih kanak-kanak, ia dan Ibunya berpindah ke Hijaz untuk bertemu kaumnya
Imam Asy-Syafi’i muda yang memiliki nasab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dari jalur Al-Abbas (sepupu Nabi), berangkat ke Mekkah untuk menimba ilmu, disana beliau bertemu dengan Imam Muslim bin Khalid Az-Zinji untuk belajar ilmu fiqih. Imam Asy-Syafi’i adalah pemuda cerdas, di usianya yang baru menginjak 15 tahun, ia sudah menghafal Al-Qur’an yang diselesaikannya pada usia 7 tahun, menghafal Kitab Al-Muwatha karya Imam Malik, dan bisa memberikan fatwa tentang sebuah hukum
Kecerdasannya ini, membuat sang Guru Imam Muslim bin Khalid Az-Zinji menyarankannya untuk pergi ke Madinah untuk belajar langsung pada Ulama besar saat itu, Imam Asy-Syafi’i menuruti saran dari Sang Guru, kemudian melaksanakan rihlah ke Madinah sesampainya di Madinah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala pertemukan ia dengan Imam Malik, disana ia membaca kitab Al-Muwatha diluar kepalanya, Imam Malik takjub dan kagum dengannya
Semakin dewasa, ilmunya semakin matang, bahkan Mahdzab nya digunakan sebagai mahdzab utama di beberapa kawasan, termasuk negeri kita (Indonesia) jika negeri ini masih di dominasi pengikut Mahdzab pemuda Ghaza yang mulia ini, maka pantaslah jika Kiblat Pendidikan kita adalah Ghaza
Sumber : Tarahum