Oleh: Rifa Anggyana
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Sementara menurut Elkind dan Sweet (2004) pendidikan karakter ialah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Suyanto (2009) mengemukakan pendidikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Lickona (2008) menjelaskan bahwa sistem karakter terdiri tiga ranah yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yakni:
Pengetahuan Moral (Moral Knowledge)
Pengetahuan moral adalah kemampuan individu untuk mengetahui, memahami, mempertimbangkan, membedakan, menginterpretasikan macam-macam moral yang harus diterapkan dan yang harus ditanggalkan. Pengetahuan moral terdiri dari enam komponen yang meliputi:
Kesadaran Moral;
Pengetahuan Nilai Moral;
Memahami Sudut Pandang Lain;
Penalaran Moral;
Keberanian Mengambil Keputusan;
Pengenalan Diri (Self Knowledge).
Perasaan Moral (Moral Feeling)
Perasaan moral adalah kemampuan untuk merasa harus selalu melakukan tindakan moral yang sesuai dengan norma dan merasa bersalah jika melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma (berbuat jahat). Perasaan ini juga terdiri dari enam komponen, yaitu:
Mendengarkan Hati Nurani, yaitu perasaan moral naf mendorong seseorang untuk melakukan tindakan sesuai dengan hati nurani dalam sisi kognitif dan sisi emosional. Sepintar-pintarnya manusia, kelebihannya adalah tetap memperhatikan emosi dan tidak buta terhadap sesuatu yang objektif jika dibandingkan dengan kecerdasan buatan.
Harga Diri (self esteem), yakni memiliki kesadaran untuk menjaga harkat dan martabat berdasarkan nilai yang luhur.
Empati, memiliki kepekaan (mampu turut merasakan) penderitaan orang lain.
Cinta Kebaikan, kemampuan untuk merasa suka dan senang ketika melakukan kebaikan.
Kontrol Diri, kemampuan untuk mengendalikan emosi berlebih, baik saat marah ataupun terlalu senang (euforia).
Rendah Hati (humility), berarti tidak merasakan rasa keunggulan yang berlebih, dapat tetap terbuka terhadap perbaikan kesalahan dan mengatasi rasa sombong namun tetap percaya diri.
Tindakan Moral
Mampu bergerak dan melakukan tindakan nyata moral yang sesuai dengan norma, hingga mencegah perbuatan yang tidak sesuai dengan norma kebaikan lingkungan. Tindakan moral terdiri menjadi tiga komponen utama, yakni:
Kompetensi (competence), merupakan kemampuan untuk mengubah perasaan moral menjadi tindakan moral yang efektif.
Keinginan (will), kemampuan untuk kuat dan bertahan melakukan apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan pengetahuan dan perasaan moral.
Kebiasaan, adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu secara konsisten dan berulang-ulang hingga telah terbiasa dan terasa lebih ringan untuk dilakukan secara terus-menerus.
Kecanggihan teknologi dewasa ini sangat berpengaruh pada perkembangan nilai-nilai moral remaja. Orang tua dan pendidik harus dibekali dengan komponen karakter yang baik untuk tujuan aktualisasi kepribadian remaja yang sehat. Karakter terdiri dari nilai operatif, nilai dalam tindakan. Manusia berproses dalam karakternya, seiring dengan suatu nilai yang menjadi suatu kebaikan dan suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi dengan cara yang menurut moral baik (Lickona, 2013).
Karakter yang terasa demikian mempunyai tiga bagian yang saling berhubungan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Pengetahuan moral meliputi: kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, penentuan perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan pribadi. Perasaan moral mencakup: hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik, kendali diri, dan kerendahan hati. Tindakan moral memiliki tiga aspek karakter, yaitu: kompetensi, keinginan, dan kebiasaan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan moral dan membentuk kedewasaan moral. Perlu dipikirkan jenis karakter yang diinginkan anak (remaja). Sudah jelas setiap orang menginginkan anak-anaknya mampu menilai apa yang benar, sangat peduli tentang apa yang benar, dan selanjutnya melakukan apa yang mereka yakini itu benar meskipun harus berhadapan dengan godaan dari dalam dan tekanan dari luar (Lickona, 2013).
Menurut teori psikologi perkembangan, perkembangan remaja terdiri dari beberapa aspek antara lain: perkembangan fisik, perkembangan intelegensia, perkembangan emosi, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan kepribadian, perkembangan moral, dan perkembangan kesadaran beragama. Perkembangan fisik remaja ditandai dengan proporsional pertumbuhan fisik yang besar karena kematangan organ-organ lain. Selain itu, juga terjadi perkembangan seksualitas remaja yang ditandai dengan ciri-ciri seks primer dan sekunder (Yusuf, 2000).
Di Indonesia sendiri, dalam nawacita, disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa. Karenanya, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggalakkan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sejak 2016 silam. Pendidikan karakter dalam jenjang pendidikan dasar lebih besar porsinya dibandingkan jenjang pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Tepatnya, 70% untuk sekolah dasar dan 60% untuk sekolah menengah pertama. PPK sendiri tidak mengubah struktur kurikulum di Indonesia. Dalam penerapannya, hanya dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler yang ditambahkan dengan kegiatan kokurikuler dan esktrakurikuler. PPK diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif anak didik. PPK mendorong adanya sinergi di antara tiga pusat pendidikan, yaitu: (1) Sekolah, (2) Keluarga, dan (3) Komunitas.
Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah Program pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Adapun urgensi Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah sebagai berikut:
Pembangunan SDM merupakan pondasi pembangunan bangsa;
Keterampilan abad 21 yang dibutuhkan siswa: Kualitas Karakter, Literasi Dasar, dan Kompetensi 4C, guna mewujudkan keunggulan bersaing Generasi Emas 2045;
Kecenderungan degradasi moralitas, etika, dan budi pekerti.
Tujuan program Penguatan Pendidikan Karakter adalah menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa ke peserta didik secara masif dan efektif melalui lembaga pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang akan menjadi fokus pembelajaran, pemahaman, pengertian, dan praktik, sehingga pendidikan karakter sungguh dapat mengubah perilaku, cara berpikir, dan cara bertindak seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berintegritas.
Penguatan Pendidikan Karakter dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dilanjutkan dengan prioritas pada jenjang pendidikan dasar, yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Gerakan PPK pada usia dini dan jenjang pendidikan dasar ini akan diintegrasikan dengan prioritas nilai dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) sehingga terjadi perubahan yang masif dan serentak di seluruh Indonesia.
Fokus program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) terdiri atas struktur program, struktur kurikulum, dan struktur kegiatan.
Struktur Program
Jenjang dan kelas
Ekosistem sekolah
Penguatan kapasitas guru
Struktur Kurikulum
PPK melalui kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler
PPK melalui kegiatan ekstrakurikuler
PPK melalui kegiatan nonkurikuler
Struktur Kegiatan
Praktis kegiatan pembentukan karakter di lingkungan sekolah berdasarkan 4 dimensi pengolahan karakter Ki Hadjar Dewantara yaitu olah pikir, olah hati, olah rasa/karsa, dan olah raga)
Gambar 2.1 Pengembangan nilai-nilai karakter (Kemendikbud RI)
Gambar 2.2 Konsep dasar PPK (Kemendikbud RI)
Prinsip pengembangan program PPK meliputi nilai-nilai moral universal, pendekatan sinkronisasi, pendekatan integral, terukur dan objektif, pelibatan publik, kearifan local, keterampilan abad 21, revolusi mental, adil dan inklusif, dan evaluasi program. Prinsip implementas program PPK meliputi harmoni dengan Gerakan Nasional, revolusi mental, komunikasi dan dialog dengan seluruh pemangku kepentingan, selaras tahapan usia peserta didik, kebutuhan dan konteks local, dan fokus pada semangat belajar. Prinsip evaluasi program PPK adalah sebagai berikut: (1) Pertama, implementasi prinsip-prinsip PPK dalam program sekolah, (2) Kedua, yang dievaluasi adalahv program sesuai dengan indikatorindikator objektif dan perubahan perilaku pelaku, dan (3) Ketiga, penilaian individualv peserta didik mengikuti norma Kurikulum 2013.
Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kegiatan pembiasaan, antara lain: memulai hari dengan upacara bendera (Senin), apel, menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu nasional, dan berdoa bersama. Membaca buku-buku non-pelajaran tentang PBP, cerita rakyat, 15 menit sebelum memulai pembelajaran, Sebelum mengakhiri kegiatan belajar siswa melakukan refleksi, menyanyikan lagu daerah dan berdoa bersama;
Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kegiatan intrakurikuler yakni integrasi pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar pada semua mata pelajaran;
Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler: Sesuai minat dan bakat siswa yang dilakukan di bawah bimbingan guru/pelatih dan melibatkan orang tua serta masyarakat: kegiatan keagamaan, pramuka, PMR, paskibra, kesenian, bahasa dan sastra, KIR, jurnalistik, olahraga, dsb.
Kristalisasi nilai-nilai karakter yang harus dimiliki oleh siswa melalui kegiatan-kegiatan tersebut adalah nilai-nilai utama PPK berikut:
Religius;
Karakter pertama yang berhubungan dengan iman kepada Tuhan yang Maha Esa ini diwujudkan dalam pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi toleransi terhadap pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaan yang berbeda, juga hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Nasionalis;
Karakter kedua menggarisbawahi bahwa kepentingan bangsa dan negara adalah di atas kepentingan diri dan kelompok semata. Untuk memperoleh pemahaman tersebut, yang harus menjadi perhatian adalah cara berpikir dan bersikap, serta kepedulian. Seseorang dengan karakter nasionalis akan mengapresiasi kebudayaan bangsanya, kemudian menjaga dan menghormati kekayaan budaya tersebut. Di Indonesia yang beragam budaya, suku, dan agama, karakter ini begitu penting karena mampu menjadikanmu rela berkorban, disiplin, dan taat hukum.
Integritas;
Karakter ketiga ini adalah nilai yang berdasar pada usaha seseorang memperbaiki dirinya agar dapat menjadi orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaannya. Di samping itu, seseorang dengan karakter ini juga memiliki komitmen serta kesetiaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan juga moral.
Mandiri;
Karakter keempat menunjukkan sikap tidak bergantung pada orang lain. Ketidaktergantungan ini dimaksudkan dalam mengarahkan tenaga, pikiran, dan waktu sendiri demi mewujudkan cita-cita.
Gotong royong;
Karakter terakhir terlihat dari sikap menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu dalam menyelesaikan masalah bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, serta memberi pertolongan bagi orang yang membutuhkan.