Oleh: Rifa Anggyana, S.Pd., M.M. (Ketua Pembina IRMA Jawa Barat)
Ramadan adalah bulan suci yang seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan, kesederhanaan, dan kepedulian sosial. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kebiasaan masyarakat justru bertentangan dengan nilai-nilai utama Ramadan. Alih-alih menjadi bulan refleksi dan ibadah, Ramadan sering kali diwarnai dengan perilaku konsumtif berlebihan. Mulai dari belanja makanan secara besar-besaran, meningkatnya gaya hidup mewah, hingga membeli baran-barang lebih dari yang diperlukan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah kita benar-benar memahami makna ramadan?
Konsumtivisme: Antara Tradisi dan Kapitalisme
Dalam beberapa tahun terakhir, Ramadan menjadi ajang bagi industri untuk meningkatkan keuntungan. Promosi diskon besar-besaran, iklan makanan yang menggugah selera, hingga fenomena berbuka puasa di restoran mewah semakin marak terjadi. Konsumsi rumah tangga pun meningkat drastis selama bulan Ramadan, terutama untuk makanan dan minuman. Berdasarkan survei Populix, pengeluaran masyarakat selama Ramadan bisa meningkat sebesar 25-50% dibandingkan bulan lainnya. Padahal, tujuan utama puasa adalah mengendalikan hawa nafsu, termasuk keinginan berlebih dalam berbelanja.
Esensi Kesederhanaan dalam Puasa
Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga latihan untuk hidup sederhana. Rasulullah SAW sendiri mencontohkan pola hidup sederhana dalam menjalani Ramadan. Beliau berbuka dengan kurma dan air, serta mengutamakan ibadah dibanding menikmati hidangan berlebihan. Konsep kesederhanaan ini tidak hanya menyehatkan secara fisik, tetapi juga membentuk karakter umat Islam agar lebih peka terhadap kondisi sesama yang kurang beruntung.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 31, Allah SWT berfirman:
۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَࣖ
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.
Ayat ini menjadi pengingat bahwa pemborosan bukanlah bagian dari ajaran Islam. Ramadan seharusnya menjadi momen untuk menahan diri dari perilaku konsumtif dan kembali kepada esensi spiritualitas.
Menjadikan Ramadan sebagai Momen Perubahan
Maka dalam rangka menyambut ramadan dengan makna kesederhanaan, berikut ini beberapa langkah dapat dilakukan:
- Membeli Secukupnya – Membuat daftar kebutuhan sebelum berbelanja agar tidak tergoda membeli barang yang tidak diperlukan.
- Memprioritaskan Sedekah – Mengalokasikan dana untuk membantu mereka yang membutuhkan dibandingkan membelanjakan uang secara konsumtif.
- Menghindari Pemborosan Makanan – Mengontrol porsi masakan dan menghindari makanan berlebih yang berujung pada pemborosan.
- Fokus pada Ibadah – Menggunakan waktu Ramadan untuk memperbanyak ibadah, bukan sekadar berburu promo atau menikmati makanan mewah.
- Menghidupkan Kembali Tradisi Berbuka Sederhana – Mengikuti contoh Rasulullah SAW dengan berbuka puasa secara sederhana dan penuh rasa syukur.
Ramadan bukanlah ajang konsumsi, melainkan waktu untuk kembali kepada nilai-nilai Islam yang hakiki: kesederhanaan, empati, dan ketakwaan. Mengurangi sifat konsumtif selama Ramadan bukan hanya memberikan manfaat spiritual, tetapi juga menciptakan kesadaran sosial dan keseimbangan dalam kehidupan. Saatnya menjadikan Ramadan 2025 sebagai momen refleksi dan perubahan, agar kita benar-benar merasakan keberkahan yang dijanjikan di bulan suci ini.


