Bangkit

Bangkit

Oleh: Putri Qayla Alifa Syahina Anugerah (SMA Islam Dian Didaktika)

Hari ini tepat tanggal 29 oktober, tanggal dimana seorang laki-laki berusia 16 tahun berulang tahun. Rasyid Putra Al-Akbar, biasa dipanggil Akbar. Terkenal akan kepintarannya dalam berbagai pelajaran di sekolah, dan selalu menduduki rangking pertama di kelasnya. Maka dari itu, Akbar selalu terpilih untuk mewakili kelas dalam lomba, selalu mendapat kepercayaan guru, dan hal-hal baik lainnya. Mulutnya selalu komat-kamit ketika hendak melakukan sebuah kegiatan. Entah itu kegiatan sepele atau bahkan penting. Semua teman di kelas tak pernah punya masalah dengan Akbar karena ia termasuk teman yang ceria dan kerap membantu.

“Akbar” sebuah panggilan yang membuat Akbar yang baru saja keluar dari musholla menoleh, ternyata itu adalah kedua sahabatnya yang sedang berlari menuju ke arahnya sambil memegang sesuatu.

“Selamat ulang tahun!” Sahut kedua sahabatnya bersamaan sambil menyodorkan sebuah kotak yang telah dibungkus rapi dengan kertas kado. Akbar tersenyum dan berterima kasih dan menerima kado tersebut.

Sebenarnya dalam benaknya, Akbar merasa aneh saat ada yang memberinya kejutan. Namun sementara begitu dulu, tak apa. Daripada ia mengecewakan usaha yang dilakukan oleh sahabatnya.

“Oh ya…apa yang kamu lakukan tadi di musholla? Kami melihat mulutmu seperti komat-kamit mengatakan sesuatu. Dan tidak biasanya kamu berada di musholla sendirian.” Kata kedua sahabatnya penasaran

“Ha..ha..ha..kalian perhatian sekali,” Jawab Akbar

“Kalau ada masalah, cerita saja sama kami. Insyaallah kami akan membantumu.” Kedua sahabatnya kembali berusaha untuk memberikan dukungan kepada Akbar

Akbar tak menjawab dan hanya tersenyum. Lalu ia bergegas pergi meninggalkan kedua sahabatnya yang terlihat kebingungan.

“Hey Aditya, Apakah kau merasa ada yang aneh dengan Akbar?”

“Iya, aku pun merasa ada yang aneh dengannya. Tidak biasanya dia seperti ini. Akbar yang ku ketahui adalah orang yang ceria dan sering menyapa jika ia bertemu seseorang.”

“Ayo kita temui dia nanti saat jam istirahat.”

﹡﹡﹡

Jam Istirahat pun tiba…

“Hey Adit, apakah kau melihat Akbar? Aku tidak melihatnya dari tadi.” Imam masih mencoba untuk mencari Akbar di lab kimia namun ia tidak ada disana.

“Tidak, aku tidak melihatnya dari tadi. Mungkin dia ada di lab kimia.”

“Aku sudah mencarinya di sana namun ia tidak ada. Kemana ia pergi, biasanya ia langsung menghampiri kita berdua untuk pergi ke kantin.”

Saat mereka berdua asyik mengobrol sambil berjalan menuju kantin, mereka tiba-tiba melihat Akbar duduk termenung dibawah pohon dekat perpustakaan. Mereka tidak langsung menghampiri, namun terus memperhatikan dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi kepadanya dan apakah mereka harus menghampiri Akbar atau tidak.

“Haruskah kita menghampirinya?” Tanya Aditya kepada Imam

“Ayo kita kesana, sebagai sahabatnya kita harus saling menguatkan dan saling menyemangati jika salah satu dari kita sedang dalam masa terpuruk.”

Mereka berdua pun menghampiri Akbar yang sedang duduk termenung, sepertinya ada sebuah masalah yang ia pendam dan tidak ingin diketahui oleh orang seikitarnya.

“Kenapa kau duduk sendiri disini? Dan apa yang sedang terjadi kepadamu sehingga tidak ingin bercerita kepada kami berdua?” Aditya berkata dengan suara yang sedikit keras, seolah-olah ia sangat kesal dengan sikap Akbar.

“Adit, jangan marah. Kita belum tahu masalah yang sedang dialami oleh Akbar jadi mari kita coba dengarkan dulu penjelasannya.” Imam menepuk pundak aditya dan berusaha untuk mengingatkannya.

“Maaf, aku terbawa emosi tadi.” Aditya berkata seraya ia beristighfar dan mencoba meredakan emosi nya.

Akbar akhirnya bercerita pada Imam dan Aditya. Ternyata Akbar memiliki masalah komunikasi dengan kedua orang tua nya. Hal ini terjadi karena kedua orang tua Akbar menginginkan Akbar untuk melanjutkan kuliah di Amerika sedangkan Akbar ingin melanjutkan kuliahnya di Kairo,Mesir. Terjadilah perdebatan akan masalah ini antara Akbar dengan kedua orang tua nya.

“Jadi ini yang menyebabkan mu murung dari tadi pagi. Kalau menurutku kau cobalah sekali lagi berbicara mengenai hal ini kepada orang tua mu.” Sahut Imam kepada Akbar dan mencoba menenangkannya.

“Benar yang dikatakan oleh Imam, ayolah kawan kau harus bangkit dari permasalahan ini. Cobalah untuk berserah diri kepada Allah SWT, berdoalah agar kau diberikan kemudahan.” Aditya pun berkata dengan semangat agar Akbar tidak murung lagi.

“Setauku kau sudah menghafal lebih dari 10 juz  Al-Qur’an kan? Itu sangat hebat kawan, Andai aku bisa seperti mu yang dengan sangat mudah menghafalkan ayat suci Al-Qur’an.” Imam pun masih mencoba untuk menyemangati Akbar dengan berbagai cara.

“Terima kasih kalian berdua sudah berusaha untuk menyemangati ku. Saat pulang sekolah nanti aku akan mencoba sekali lagi untuk membicarakan hal ini dengan kedua orang tua ku. Semoga mereka mau memahami ku kali ini.” Akbar pun kembali tersenyum berkat usaha dari Imam dan Aditya.

“Bagus, Akbar yang kami tahu adalah orang yang ceria. Teruslah tersenyum kawan, dan jika kau sedang tersesat dalam memutuskan sesuatu. Ingat perkataanku, berdoalah kepada Allah SWT agar kau diberi kemudahan di setiap tindakan yang kau ambil.”

 

 

 

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Baca Juga: