Oleh: Dzikri Ashiddiq
Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, kurban dalam bahasa Arab disebut udhiyah, yaitu hewan-hewan yang disembelih dihari Idhul Adha dan 3 hari pada hari tasyrik pada tanggal (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Mawsu’ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 5/75)
Kurban diyariatkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadits, dan ijma adapun dalil landasan yang bersumber pada Al-Qur’an yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala pada surat Al-Kautsar 108 ayat : 2 yang artinya : Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah) (QS. Al-Kautsar 108 ayat : 2)
Dalil dari Hadits diantaranya, dari sahabat Abu Hurairah, Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda, Barang siapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami (HR Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah)
Dalam hadits lainnya dikatakan : Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunahkan berkurban (HR. Imam Abu Dawud)
Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, tahun disyariatkannya berkurban pada tahun 2 Hijriyah dan ditahun ini juga disyariatkan dua shalat id dan zakat maal (Mawsu’ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 5/76)
Hikmah disyariatkannya berkurban diantaranya : yang pertama, sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat hidup, yang kedua, menghidupkan sunah Nabiyullah Ibrahim as, yang ketiga, mengingat ketabahan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as serta mendahulukan ketaatan kepada Allah dari pada kecintaan pada diri sendiri dan anak dan yang keempat, dengan mengingat demikian, seorang mukmin akan mampu bersabar dalam menjalankan ketaatan dan lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah dari pada hawa nafsu dan syahwat diri (Mahasinul Islam, 104, Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Bukhari)
Adapun hukum berkurban, diantara mayoritas ulama, termasuk madzhab Imam Syafi’i menilai hukum berkurban adalah sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan) Mudhohhi (orang yang berkurban) boleh ikut mengkonsumsi daging kurbannya sendiri ketika kurbannya adalah kurban sunah
Dan ketika dijadikan nadzar, maka hukum kurbannya menjadi wajib, dan orang yang berkurban haram mengkonsumsi hasil kurbannya, begitu juga orang yang menjadi tanggungan nafkah orang yang berkurban seperti anak dan istri
Contoh kurban nadzar seperti : kalau aku sembuh dari sakit ini, maka aku bernadzar akan berkurban
Dan mengenai ucapan hewan ini adalah hewan kurbanku dan bagaimana hukum orang yang mengatakan tentang hewannya ini adalah hewan kurbanku, apakah otomatis menjadi kurban nadzar yang ia serta orang yang wajib ia nafkahi haram untuk mengkonsumsinya ?
Permasalahan ini termasuk yang sering dibahas ketika mendekati hari kurban ketika menilik referensi-referensi maka kita akan menemukan perbedaan pendapat dalam masalah ini bila kita lihat dalam Hasyiyah Bajuri dan Busyrol Karim dinyatakan perkataan tersebut sebagai bentuk nadzar kurban, sehingga orang yang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi haram ikut mengkonsumsinya
Imam Adzra’i, Imam Al-Bulqani dan Imam Al-Maraghi, yang dinukil Sayyid Abdurrahman dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin menyatakan tidak menjadi nadzar, sebab perkataan itu hanya semacam pemberitahuan atau ikrar bukan penegasan sehingga bagi orang yang berkurban diperbolehkan untuk mengkonsumsi daging kurbannya, begitu juga orang yang wajib ia nafkahi
Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, sering kita jumpai sebuah pertanyaan mengenai hukum berkurban bagi orang yang sudah wafat, terkhusus bagi seorang anak yang orang tuanya telah wafat dan anak tersebut sangat ingin berkurban atas nama orang tuanya supaya mereka bisa mendapat pahala berkurban
Lalu, bagaimana hukum kurban atas nama orang yang sudah wafat seperti demikian ? bila kita lihat pendapat yang lebih kuat maka tidak boleh berkurban atas nama orang yang sudah wafat kecuali dengan wasiat orang tersebut
Adapun menurut Imam Rafi’i boleh berkurban atas nama orang yang sudah wafat, walaupun orang tersebut tidak pernah berwasiat sama sekali untuk disembelihkan kurban atas namanya (Kanzur Roghibin dan Hasyiyatan, 4/256)
