Meraih Manfaat Dari Al-Qur’an

Meraih Manfaat Dari Al-Qur’an

Oleh: Dzikri Ashiddiq

Pembaca yang dirahmati Allah Swt, dalam buku Terapi Mensucikan Jiwa karya : Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah diterangkan, Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa jika engkau ingin mengambil manfaat dari al-Qur’an maka hayatilah dengan hatimu, ketika engkau membaca dan mendengarkan ayat al-Qur’an dan jadikanlah dirimu sebagai orang yang diajak bicara oleh Allah Swt

Allah Swt berfirman : Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya (QS. Qaf 50 ayat : 37)

Pembaca yang dirahmati Allah Swt, al-Qur’an akan benar-benar meresap dalam jiwa pembacanya jika orang itu tunduk dan patuh secara total, menerima apa adanya sebagai syarat untuk mendapat pengaruh, dan menolak segala sesuatu yang menjadi penghalangnya

Allah Swt berfirman : Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya (QS. Qaf 50 ayat : 37)

Sedangkan firman-Nya, Bagi orang-orang yang mempunyai hati (QS. Qaf 50 ayat : 37), menjelaskan tentang orang yang menerima apa adanya, maksudnya, hati yang hidup senantiasa berpikir tentang Allah, sebagaimana yang difirmankan Allah Swt : Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) (QS. Yasin 36 ayat : 69-70)

Allah Swt, dalam salah satu firman-Nya : Atau menggunakan pendengarannya (QS. Qaf 50 ayat : 37) berarti memasang telinganya dan mendengarkan secara sungguh-sungguh apa yang dikatakan kepadanya, ini merupakan syarat untuk menyerap pengaruh dari suatu perkataan

Adapun kata, Sedangkan Dia menyaksikannya pada QS. Qaf 50 ayat : 37, berarti hatinya hadir ketika membaca al-Qur’an

Ibnu Qutaibah mengatakan, maksud dari mendengarkan kitab Allah adalah hatinya hadir dan memahaminya, bukan lalai dan terlena, di antara faktor yang menghalangi munculnya itu adalah kelalaian dan keterlenaan hati untuk memikirkan apa yang dikatakan kepadanya, serta tidak memikirkan dan merenungkannya

Jika ada yang memberi pengaruh, maka menerimanya dengan apa adanya, namun syarat-syarat penerimaan pengaruh itu harus terpenuhi, yaitu mendengarkan, dan menghilangkan segala sesuatu yang menjadi penghalangnya, yaitu sikap lalai dan terlena, jika syarat ini terpenuhi, pengaruh itu pun akan muncul yakni, kemampuan mengambil manfaat dari al-Qur’an sebesar-besarnya dan memikirkannya

Apabila pengaruh dapat diperoleh manakala terpenuhi beberapa syarat di atas, lantas apakah maksud dari kata atau dalam firman-Nya, Atau menggunakan pendengarannya (QS. Qaf 50 ayat : 37) apakah maksud dari kata atau dalam ayat adalah menghimpun, atau bermakna memilih salah satu dari dua perkara ?

Imam Ibnul Qayyim menjawab bahwa kata atau pada ayat di atas sesuai dengan keadaan orang yang diajak berbicara, ada di antara manusia yang hatinya hidup dan suci, jika dia bertafakur dengan hatinya dan berpikir dengan nalarnya, maka akal dan hatinya akan menegaskan tentang kebenaran al-Qur’an

Al-Qur’an itu haq, dan hatinya akan membenarkan apa yang diberitakan al-Qur’an, al-Qur’an menjadi cahaya yang menerangi fitrahnya, inilah sifat orang-orang yang dinyatakan oleh Allah Swt dalam al-Qur’an : Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji (QS. Saba 34 ayat : 6)

Allah Swt berfirman dalam ayat lainnya : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi, perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar, pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah baratnya, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki (QS. An-Nur 24 ayat : 35)

Begitulah kedudukan cahaya fitrah atas cahaya wahyu, demikian juga dengan keadaan orang-orang yang hatinya selalu hidup dan terjaga

Pembaca yang dirahmati Allah Swt, orang yang memiliki hati yang hidup akan memadukan  hatinya dengan makna al-Qur’an, dia merasa seakan-akan al-Qur’an telah tertulis di dalam hatinya, sehingga dia pun dapat menghafalnya di luar kepala

Dan diantara manusia ada pula yang tidak memiliki kesiapan, dan hatinya mati, sehingga ia pun membutuhkan bantuan orang lain untuk membedakan antara yang haq dari yang batil, dimana kehidupan dan cahaya hati orang seperti itu tidak dapat disamakan dengan orang yang hatinya hidup dan terjaga

Cara untuk mendapatkan hidayah adalah dia harus memasang pendengarannya dengan sebaik mungkin terhadap kalamullah (al-Qur’an), sedangkan hatinya ber-tadabbur (merenungkan secara mendalam) dan pikirannya bertafakur tentang makna dan isi kandungannya sehingga menjadi tahu bahwa al-Qur’an itu adalah kebenaran sejati

Pertama, orang yang mengetahui dengan pasti apa yang diserukan dan diberitakan kepadanya, orang seperti ini berada dalam level maqam ihsan

Kedua, orang yang mengetahui kebenaran yang dikabarkan kepadanya dan menyakininya, lalu berkata, cukup bagiku mendengar berita ini, orang seperti ini berada pada level maqam iman, orang yang menempati kedua peringkat ini bisa dikatakan telah sampai kepada ilmul yaqin

Dari tingkat ilmul yaqin hatinya akan bergerak meningkat kepada Ainul Yaqin, yaitu, orang yang percaya dengan sepenuh hati kepada al-Qur’an

                             

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Baca Juga: