Hidayah untuk Jidan

Hidayah untuk Jidan

Oleh: Sania Agustiani (Ketua IRMA SMAN 1 Mangunjaya)

Jidan adalah seorang laki-laki yang masih duduk di bangku SMP. Setiap hari, berangkat dan pulang sekolah dia hanya berjalan kaki sendirian, sementara teman-temannya lewat bergerombol menggunakan motor Ninja sembari meledek Jidan dengan cara menggerungkan motornya. Hal itu membuat Jidan jengkel. Karena tidak hanya sekali dua kali Jidan mendapat ejekan juga caci maki yang dilontarkan teman-temannya. Ia lelah, terus direndah kan karena hanya dia yang berjalan kaki ke sekolah. Pulang sekolah, dengan marah ia mencari-cari Bapaknya.

“BEH!” Teriaknya marah.

“BABEH!” Jidan lebih mengeraskan suaranya, karena tidak juga mendapat respon dari Bapaknya.

Dari bilik kamar, lelaki berwajah tua tapi berbadan tegap keluar dengan keadaan baru bangun tidur.

“Kenapa sih, Dan? Panas-panas gini lu teriak-teriak” kata Bapaknya sembari menguap.

“Jidan pengen motor Aerox, sekarang juga!”

Seketika Bapaknya dibuat terkejut, kenapa tiba-tiba Jidan minta dibelikan motor Aerox? Bapaknya saja tidak tahu bentuk motor Aerox seperti apa? Namun Bapak Jidan mengerti pasti bukan motor biasa, melainkan motor keluaran baru yang didamba-dambakan anak jaman sekarang. Dan harganya pun pasti di luar nalar.

“Lah, elu, Jidan. Cita-cita lu punya motor Aerox tapi Al fatihah doang gak bisa, apa feedback yang lu kasih ke Babeh?” kata bapaknya sedikit gaul dengan kata ‘feedback’, lalu duduk dikursi kayu dengan santai.

“Bisa!” seru Jidan dengan nada sombong dan tinggi.

“Coba sambung ayat sama Babeh”

“Bismillah hirrohmaanirrohim. Alhamdulillah hirobbil aalamiin” Lelaki tua itu mengawalinya.

“Arrahman nirrohim” Disambung oleh Jidan.

Bapaknya membalas “Maalikiyaumiddin”

“Waladdoollin” tutur Jidan dengan suara merdunya. Kemudian tersenyum miring, karena telah menyelesaikan surat Al-Fatihah dengan baik.

“Aamiin” disambut aminan Bapaknya dengan tanpa sadar. Sedetik kemudian mengerjap.

“Belum selesai bocah!” seru Bapaknya tak habis pikir kepada anaknya, mengapa surat al-Fatihah saja tidak hafal?

“Udah!”

“Belum!” keduanya saling membalas dengan nada tinggi.

“Lu ngaji dulu, hapalin itu surat al-Fatihah, benerin sholatnya” tutur lelaki tua itu memerintah  dengan sedikit tekanan.

Malam harinya, Jidan benar-benar pergi mengaji ke masjid yang dekat dengan rumahnya. Demi Aerox!. Padahal masjid begitu dekat tapi Jidan baru kali ini menginjakkan kakinya lagi di masjid. Astaghfirullah.

Hari ke-1, Jidan hafal 4 ayat.

Hari ke-2, Jidan hafal 5 ayat.

Hari ke-3, Jidan masih di ayat ke 5. Itu pun masih sering lupa ketika sampai pada kalimat ‘ihdinasyirotolmus─’ entah ke sananya apa Jidan lupa.

Kenapa sulit sekali menghafal 7 ayat ini. Pikir Jidan sambil menatapi ayat Al – Fatihah di Juz Ama yang sebenarnya tidak bisa Jidan baca. Dia hanya menghafal menggunakan metode listening atau mendengarkan orang yang membaca Al-Fatihah lalu dia tangkap untuk diingat kemudian dia ucapkan kembali.

Ustadz yang mengajar ngaji teman-teman sebayanya menghampiri Jidan yang duduk termenung. “Assalamu’alaikum”

Jidan kaget, dirinya langsung duduk tegak. “Wa’alaikumsallam”

“Kenapa tidak ikut mengantri seperti teman-teman yang lain? yang menunggu giliran mengaji” Kata Ustadz dengan suara yang sangat membuat adem.

“Saya ng-gak bisa ngaji, Ustadz” kata Jidan menunduk malu.

Ustadz tersenyum “Ustadz mau ngajarin kamu”

“Tapi saya pengen hafal surat Al-Fatihah”

Ustadz begitu tau murid-muridnya, walau baru bertemu Jidan tapi beliau tau ada niat lain dari Jidan. “Untuk apa?”

Jidan menatap Ustadz, dia bingung mau menjawab apa? Apakah dia harus jujur? bahwa niatnya kesini hanyalah untuk menghafal surat Al-Fatihah sebagai syarat mendapatkan motor Aerox yang didamba-dambakannya dan bukan benar-benar untuk mengaji.

“Bilang saja, Ustadz akan membantu”

“S-saya pengen motor Aerox, Ustadz. Babeh akan belikan asalkan saya hafal Al-fatihah” tutur Jidan terbata-bata. Entah kenapa sejak Jidan dihampiri oleh Ustadz Jefry, hati Jidan ikut tenang dan hangat. Kehadiran Ustadz Jefry seakan membuang semua pikiran-pikiran dendam kepada teman-teman Jidan yang telah mencaci makinya.

“Ohh.. begitu. Aerox ya? Mahal ya”

“I-iya Ustadz” jawab Jidan tergagap.

“Sisa uang saku Jidan berapa?”

“Empat ribu, Ustadz”

“Cukup buat beli motor Aerox?” Jidan hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

“Boleh Ustadz tau nama kamu?

Jidan mengangguk “Nama saya Jidan, Pak Ustadz”

Ustadz tersenyum, lalu mengusap kepala Jidan. “Begini Jidan, pada dasarnya kita meminta segala sesuatu hanyalah kepada Allah Subhanahuwata a’la saja. Kalaupun Jidan benar-benar akan dibelikan motor Aerox itu pun Bapak Jidan sebagai perantara” Kata Ustadz Jefry menasehati.

Setelah hari itu, Jidan terus diberi motivasi oleh Ustadz Jefry sehingga ia menjadi semangat mengaji dan tidak lagi memikirkan ejekan-ejekan temannya.

3 hari kemudian..

Jidan sudah sempurna menghafal surat Al-Fatihah. Dia akan pulang ke rumah dan memberitahu Bapaknya. Tapi kemudian, Jidan ditahan oleh Ustadz Jefry.

“Kenapa buru-buru sekali, Jidan?”

“Saya mau pulang, mau ngasih tau Bapak kalau saya sudah hafal surat Al-Fatihah, Ustadz”

“Masih demi motor Aerox?”

Kedua alis Jidan berkerut, ia bingung. Karena memang niat Jidan begitu dari awal, hanya demi motor Aerox dan belum berubah niatnya untuk membuktikan bahwa Jidan bisa mempunyai motor yang lebih bagus dari teman-temannya.

“Kalau Jidan bisa hafal surat lainnya, tidak hanya motor Aerox yang didapatkan, tapi pujian guru, teman, dan banyak orang yang kagum melihat Jidan” Ustadz Jefry mengajak Jidan untuk duduk.

“Ustadz pastikan semua proses hafalannya tidak akan lama dan tidak akan sulit” Ustadz Jefry menghela nafas  “Jidan anak sholeh, anak pintar hanya saja karena lama tidak mengaji”

“Karena Jidan lama gak ngaji gak mungkin Jidan bisa cepat hafal, Ustadz”

“Ustadz akan mintakan hidayah dan jalan terbaik untuk Jidan kepada Allah Swt.”

Awalnya, dengan berat hati Jidan jalani. Menghafal dengan metode listening. Hari demi hari semangat Jidan kembali tumbuh. Apalagi saat pulang melihat Bapaknya yang terus bekerja keras dan selalu tersenyum bangga ketika Jidan pamit akan berangkat mengaji.

3 bulan kemudian..

Bapak Jidan jatuh sakit, ia terus memforsis badannya untuk bekerja setiap hari siang dan malam demi mewujudkan keinginan anaknya, agar anaknya tidak direndahkan lagi oleh teman-temannya.

Jidan menghampiri Bapak Jidan yang terbaring lemas di ranjang.

Bapak Jidan yang sedang tertidur seketika bangun karena menyadari kehadiran Jidan. Lelaki itu tersenyum melihat Jidan berpakaian santri─pulang dari masjid.

Tanpa basa-basi Jidan langsung membacakan surat Al-Fatihah dengan sebaik-baiknya.

Bapak Jidan tersenyum penuh syukur. Akhirnya anak semata wayang yang telah ditinggalkan seorang ibu sudah bisa mengaji walau hanya 7 ayat surat Al-Fatihah.

Bapak Jidan bangun dari tidurnya. Dia mengambil setumpuk uang hasil jerih payahnya. Dia berikan kepada Jidan lalu Jidan menerimanya. “Babeh cuma sanggup segitu, Dan. Mungkin kaga bisa buat beli motor yang lu pengen tapi lu bisa beli motor buat berangkat sekolah biar kaga jalan kaki lagi” Bapak Jidan mengusap kepala Jidan “Maafin Babeh, Dan”

Tanpa mengucapkan satu kata pun Jidan pergi dengan membawa setumpuk uang yang diberikan. Bapak Jidan menghela nafas berat.

Tak lama kemudian, Jidan kembali. Namun tidak sendirian, ia bersama seorang lelaki berpakaian putih seperti dokter dan satu tangannya menjinjing tas.

“Ini Bapak saya, Dok. Tolong periksa dan bantu Bapak saya agar sembuh”

Bapak Jidan tersenyum haru.

“Jidan udah hafal 10 Juz Qur’an, Beh. Jidan gamau lagi beli motor, uangnya Babeh pake aja buat pengobatan Babeh. Jidan mau Babeh sembuh, maaf karena Jidan Babeh jadi sakit” tuturnya panjang lebar dan terus terang.

Bapak Jidan tidak dapat lagi menahan harunya, lelaki tua itu meneteskan air matanya. Betapa bangganya melihat anaknya bertutur kata lembut seperti tadi. Akhirnya ia bisa menjalankan amanah dari Almarhumah istrinya agar menjaga dan mendidik Jidan dengan baik.

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Baca Juga: